Islam Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.
Mengenai Saya
Selamat Datang "Islamic Education"
Cari Blog Ini
Blogger templates
TAUHID
Bentuk masdar dari
kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan. Artinya
jika disebut kata bilangan satu, maka dia bilangan yang tidak dapat terbagi.
Secara bahasa artinya
meng-Esakan. Menurut syariat meyakini keesaan Allah Subhanahu Wata’ala. Adapun
yang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang akidah atau
kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Tidak ada
yang menyamainya dan tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang mampu
menyamai-Nya.
Ibnu Taimiyah membagi tauhid
menjadi tiga; Uluhiyah, Rububiyyah dan Asma’ wa al-Shifat.
Tauhid rububiyyah yaitu
mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam segala perbuatan dengan meyakini
bahwa Allah yang menciptakan segenap makhluk-Nya. Dalilnya firman Allah dalam
surat Az-Zumar ayat 62, surat al-Fatihah ayat 2, surat Hud ayat 6, dan
seterusnya.
Tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hal peribadatan, hanya beribadah kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dengan meniadakan peribadatan selain-Nya. Allah berfirman
dalam surat Al-Isra’ ayat 22 yang artinya “Janganlah
kamu mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela
dan terhina.”
Tauhid asma’iyah wa sifatiyah yaitu beriman dengan
nama-nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang
diterangkan dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Menurut apa yang pantas bagi Allah
Subhanahu Wa Ta’ala tanpa menta’wilkan,
tanpa menghilangkan makna atau sifat Allah dan tanpa mempersoalakan hakekat
asma maupun sifat-Nya dengan bertanya bagaimana.
Allah berfirman dalam surat
As-Syura ayat 11 yang artinya “Tidak
ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”
Namun sebagian kalangan menilai,
pembagian tiga hal tersebut tidak dikenal semenjak jaman Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
AKHLAK
secara terminologi berarti tingkah laku
seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu perbuatan yang
baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk,
berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Cara membedakan akhlak, moral, dan etika, yaitu dalam etika,
untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur
akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok
ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan ukuran Al Qur’an
dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.
Kata akhlak diartikan
sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut
harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan
perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan
berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan
pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan
sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut
dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
IBADAH
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi,
tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan)
yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir
maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan),
raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan
dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan
dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan
dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ
أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
[Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa
Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka
barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya
hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
MUAMALAH
Bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk
badan hukum, seperti perseroan, firma, yayasan dan negara. Badan hukum ini
dalam hukum Islam disebut dengan nama asy-Syakhisiyyah al-I'tibariyyah. Contoh
dari hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah ini adalah jual beli, sewa menyewa, dan perserikatan.
Dalam bidang muamalah ini, pada mulanya juga tercakup masalah
keluarga, seperti perkawinan dan perceraian. Akan tetapi, setelah terjadinya
disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman Turki Ustmani, maka terjadilah
perkembangan pembagian fikih baru.
Bidang muamalah cakupannya dipersempit, sehingga masalah-masalah
yang berhubungan dengan hukum keluarga tak masuk lagi dalam pengertian
muamalah. Muamalah tinggal mengatur permasalahan yang menyangkut hubungan
seseorang dengan seseorang lainnya, dalam bidang ekonomi (seperti jual beli,
sewa menyewa dan pinjam meminjam). Fikih muamalah dalam perkembangannya disebut
juga fiqh al-mu'awadah.
Dalam fikih muamalah, ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan. Misalnya, dalam melaksanakan hak dan bertindak, tindakan tersebut
tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Setiap orang yang
melakukan tindakan yang merugikan orang lain, sekalipun tidak disengaja, akan
diminta pertanggungjawabannya.
Pada setiap transaksi, terdapat beberapa prinsip dasar yang ditetapkan
syarak. Pertama, setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang
bertransaksi, kecuali transaksi yang jelas-jelas melanggar aturan syariat.
Kedua, syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas
namun bertanggungjawab.Ketiga, setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Dan keempat, syari' (pembuat hukum) mewajibkan agar
setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik,
sehingga segala bentuk penipuan dan kecurangan, dapat dihindari.
Langganan:
Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar